Rabu, 23 Februari 2011

Hak Kebendaan


Bab I Pendahuluan
1.1     Latar Belakang
Salah satu hak kebendaan sebagai jaminan pelunasan hutang adalah hipotik. Hipotik di atur dalam buku II KUH Perdata Bab XXI Pasal 1162 sampai dengan 1232. sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT) mak Hipotik atas tanah dan segala benda-benda uang berkaitan dengan benda dengan tanah itu menjadi tidak berlaku lagi. Namun diluar itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan, Hipotik masih berlaku dan dapat dijaminkan atas kapal terbang dan helicopter. Demikian juga berdasarkan Pasal 314 ayat (3) KUH Dagang dan Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran, Kapal Laut dengan bobot 20m3 ke atas  dapat dijadikan jaminan Hipotik. Oleh karena itu di dalam tulisan ini Hipotik yang bersumber dari KUH Perdata Barat sengaja disinggung sekedaernya saja hanya sebagai latar belakang atau pebanding dengan Hak Tanggungan menurut UUHT.
Di dalam pasal 1162 KUH Perdata Hipotik diartikan sebagai :
Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan.Pasal 1168 KUH Perdata menyatakan lebih lanjut sebagai berikut :
Hipotik tidak bisa diletakkan selain oleh siapa yang berkuasa memindah tagankan benda yang di bebani. Sedangkan pasal 1171 KUH Perdata mengatakan : Hipotik hanya dapat diberikan dengan suatu akta otentik, kecuali dengan hal-hal yang dengan tegas ditunjuk oleh Undang-Undang. Kemudian Pasal 1175 sebagai berikut : Hipotik hanya dapat diletakkan atas benda-benda yang sudah ada. Hiopotik atas benda-benda yang akan ada di kemudian hari adalh batal. Selanjutnya Pasal 1176 KUH Perdata dinyatakan sebagai berikut: Suatu Hipotik hanyallah sah, sekedar jumlah uang untuk mana ia telah diberikan, adalah tentu dan ditetapkan di dalam akta.
Berdasarkan bunyi-bunyi pasal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa unsure-unsur dari jaminan hipotik adalah sebagai berikut:
Ditinjau dari ketentuan-ketentuan hukum Perdata Barat yang berlaku sebelum diundangkanya UUPA (UU No.5 tahun 1960, L.N. 1960 No.104), maka cara terjadinya hipotik dapat kita perinci menjadi tiga fase/tahap:
Fase pertama : hipotik seperti halnya gadai bersifata accessoir, ini berarti hipotik diadakan sebagai tambahan belaka dari suatu perjanjian pokok, yaitu perjanjian minjam meminjam uang. Karena itu untuk adanya perjanjian hipotik itu harus pertama-tama harus lebih dahulu ada persetujuan pokok yaitu misalnya persetujuan utang piutang.
Fase kedua : persetujuan utang piutang tersebut kemudian disusul dengan persetuan hipotik, dimana pihak yang berhutang (atau pihak ketiga yang mau menanggung utang tersebut) berjanji untuk memberikan hipotik kepada siber[iutang sebagai jaminan bagi pembayaran kembali utang tersebut. Berlainan dengan persetujuan pokok yang bersifat obligatoir, persetujuan hipotik bersifat kebendaan.
System KUH Perdata mengadakan perbedaan yang nyata mengenai cara mengadakan persetujuan obligatoir dengan cara mengadakan persetujuan kebendaan. Persetujuan obligatoir ini diatur dalam buku ke-3 KUH Perdata, dimana dalam pasal 1338 KUH Perdata ditentukan, bahwa segala persetujuan bagaimanapun juga cara diadakannya, sudah bersifata mengikat kudua belah pihak, asal saja terbentuk menurut syarat-syarat yang ditentukan Undag-undang, yaitu yang tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata.
Jadi mengenai bentuknya, persetujuan obligatoir bersifata bentuk bebas. Ini dapat disimpulkan dari bunyi kata-kata pasal 1338 KUH Perdata : “ suatu persetujuan bagaimanapun juga caranya diadakan..”
Lain halnya dengan persetujuan kebendaan yang diatur dalam buku ke-2 KUH Perdata di mana ditentukan cara-cara tertentu untuk membuat persetujuan-persetujuan kebendaan tersebut, yaitu dengan membuat suatu akte yang di buat di hadapan seorang pejabat tertentu. Demikkian pula halnya dengan persetujuan hipotik, hal yang mana mula-mula di atur oleh pasal 1171 : 1 dan 1172 KUH Perdata, di mana ditentukan bahwa perjanjian hipotik harus di buat suatu akte otentik, antara lain dengan akte notaries karena akte notaris adalah seorang pejabat yang diwajibkan untuk membuat akte otentik. Tetapi kedua pasal tersebut tidak berlaku lagi menurut pasal 31 Peraturan Peralihan Perundang-undangan tahun 1848, yang menentukan satu sama lain harus dilakukan secara membuat akte kehakiman menurut pasal 1 dari Stb. 1834 : 27, akte mana menurut S. 1947 : 53 harus dibut di muka Kepala Kantor Pendaftara Tanah.
Sedangkan menurut peraturan yang berlaku sekarang mengenai pembuatan akte hipotik, yakni pasal 19 P.P. 10/1961 ditetapkan bahwa akte hipotik/akte perjanjian pemberian hipotik harus dibuta oleh dan dihadapan pejabat yang dituju lebih dahulu, Menteri Agraria, sekarang Menteri Dalam Negeri cq. Direktorat Jenderal Agraria (Sekarang Badan Pertanahan Nasional), karena sejak 3 November  1966 jabatan Menteri Agraria telah ditiadakan dan wewenangnya sekarang diserahkan kepada Direktorat Jenderal Agraria yang bernaung dibawah lingkungan Departemen Dalam Negeri (Keputusan Presidium Kabinet No. 75/U/Kep/11/1966 Tentang Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas Departemen-Departemen). Dengan dibuatnya akte hipotik tersebut, maka fase kedua ini selesai. Tetapi dengan selesainya fase kedua ini, yaitu pembuatan akte hipotik, belum timbul hak hipotik, melainkan masih harus dilanjutkan dengan fase k tiga.
Fase ketiga : Dulu akte hipotek harus didaftarkan kepada “Pegawai Pengurusan Balik Nama” atau lazim juga disebut “Pegawai Penyimpanan Hipotek” yang wilayahnya meliputi tempat dimana persil atau rumah yang dihipotekkan terletak.
Menurut ketentuan yang berlaku sekarang, yaitu pasal 2 Peraturan Menteri Agraria No. 15/1961 TLN. 1961 No. 2347 ditetapkan, bahwa : hipotek agar sah harus didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Tanah yang wilayahnya meliputi letak tanah atau rumah yang dibebani hipotek. Jadi, yang berfungsi sebagai penyimpan hipotek sekarang adalah kepala Kantor Pendaftaran Tanah.
Pendaftaran ini perlu, mengingat sifat “droit desuite” dari hak hipotek tersebut, sehingga perlu diberitahukan kepada umum mengenai terjadinya, beralihnya dan hapusnya hak hipotek tersebut, yaitu dengan jalan pendaftaran dalam register umum tersebut.
Setelah pendaftaran ini selesai dilakukan, barulah hak hipotek itu timbul sebagai hak kebendaan yang mempunyai kekuatan hukum terhadap orang-orang pihak ketiga.
1.2     Masalah

Berdasarkan Latar belakang,maka kami dapat merumuskan masalah sebagai berikut:

·         Benda apa saja yang menjadi objek hak tanggungan dan hipotik?
·         Pengertian hipotik menurut pasal 1162 BW?
·         Bagaimana hipotik sebagai hak kebendaan menurut pasal 1163 BW?
·         Bagaimana hipotik atas benda tak bergerak?
·         Apa saja objek atas benda tak bergerak terdiri kapal dan kapal laut?
·         Bagaimana hipotik atas benda orang lain?
·         Dalam hal apa hapusnya hipotik ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan Masalah yang diangkat maka tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

·         Benda yang menjadi objek hak tanggungan dan hipotik
·         Mengetahui pengertian hipotik menurut pasal 1162 BW
·         Mengetahui hipotik sebagai hak kebendaan menurut pasal 1163 BW
·         Mengetahui hipotik atas benda tak bergerak
·         Mengetahui objek atas benda tak bergerak terdiri kapal dan kapal laut
·         Mengetahui hipotik atas benda orang Lain
·         Mengetahui hapusnya hipotik
1.4 Manfaat
·         Bagi kalangan akademisi dapat makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam kegiatan pembelajaran.
·         Bagi kalangan masyarakat makalah ini dapat member informasi terkait pembahasan yang dibahas dalam makalah ini.  












Bab II Pembahasan
2.1 Objek hak Tanggungan dan Hipotik
Obyek Hak Tanggungan adalah :
Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
Objek hipotik menurut Pasal 1164 KUH Peradata, yang dapat di bebani hipotik adalah :
  1. Benda-benda tidak bergerak yang dapat di pindahtagankan, beserta segala perlengkapannya yang dianggap sebagai benda tidak bergerak.
  2. Hak pakai hasil (vruchtgebruik) atas-atas benda tersebut beserta segala perlengkapanya.
  3. Hak numpang karang (postal, identik dengan hak guna bagunan) dan hak usaha (erfpactt, identik dengan ak guna usaha).
  4. Bunga tanah, baik yang harus di bayar dengan uang maupun yang harus di bayar dengan hasil tanah.
  5. Bunga sepesepuluh
  6. Pasar-pasar yang di tentuin oleh pemerintah, beserta hak-hak istimewa yang melekat padanya.
Objek hipotik di luar dari pada Pasal 1164 KUH Perdata, yang dapat di bebani hipotik adalah :
  1. Bagian yang tak dapat dibagi-bagi dalam benda tak bergerak yang merupakan Hak Milik Bersama Bebas (Vrije Mede Eigendom).
  2. Kapal-kapal yang didaftar menurut Pasal 314 ayat KUH D agang.
  3. Hak Konsensi Pertambangan menurut Pasal 18 Indische Minjwet.
  4. Hak Konsensi menurut S. 1918 No. 21 Jo. No. 20 yang juga dapat dijadikan jaminan Hipotik. Dan lain-lain


Sebelum dikeluarkan undang-undang No.4 tahun1996 hipotik berlaku untuk benda tidak bergerak termasuk tanah namun sejak di keluarkan undang-undang No.4 tahun1996 tentang hak tanggungan atas tanah berserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan berlakunya undang-undang HT maka obyek hipotik hanya meliputi hal berikut :
a.  Kapal laut dengan bobot 20 m³ ke atas berdasarkan pasal 509 KUH perdata, pasal 314 ayat 4 KUH dagang dan undang-undang N0.12 tahun 1992 tentang pelayaran sementara itu kapal berdasarkan pasal 509 KUH perdata menurut sifatnya adalah benda bergerak karena bisa berpindah atau dipindahkan sedangkan berdasarkan pasal 510 KUH perdata kapal-kapal, perahu-perahu, perahu tambang, gilingan-gilingan dan tempat pemandian yang di pasang di perahu atau berdiri terlepas dan benda-benda sejenis itu adalah benda bergerak.
Namun undang-undang No.21 tahun 1992 tentang pelayaran menyatakan kapal merupakan kendaraan air dari jenis apapun kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah air, alat apung dan bangunan air tetap dan terapung, sedangkan dalam pasal 314 KUH dagang mengatur bahwa kapal laut yang bermuatan minimal 20m³ isi kotor dapat di bukukan di dalam suatu register kapal-kapal menurut ketentuan-ketentuan yang akan di tetapkan dalam suatu undang-undang tersendiri.
b.  kapal terbang dan helikopter berdasarkan undang-undang No. 15 tahun 1992 tentang penerbangan dalam hukum perdata status hukum pesawat udara adalah benda tidak bergerak, dengan demikian setiap pesawat terbang dan helikopter dioperasikan harus mempunyai tanda pendaftaran yang berlaku di Indonesia.
2.2 Pengertian Hipotik Menurut Pasal 1162 BW
Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan.
Salah satu hak kebendaan sebagai jaminan pelunasan hutang adalah hipotik. Hipotik di atur dalam buku II KUH Perdata Bab XXI Pasal 1162 sampai dengan 1232. sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT) mak Hipotik atas tanah dan segala benda-benda uang berkaitan dengan benda dengan tanah itu menjadi tidak berlaku lagi. Namun diluar itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan, Hipotik masih berlaku dan dapat dijaminkan atas kapal terbang dan helicopter. Demikian juga berdasarkan Pasal 314 ayat (3) KUH Dagang dan Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran, Kapal Laut dengan bobot 20m3 ke atas  dapat dijadikan jaminan Hipotik. Oleh karena itu di dalam tulisan ini Hipotik yang bersumber dari KUH Perdata Barat sengaja disinggung sekedaernya saja hanya sebagai latar belakang atau pebanding dengan Hak Tanggungan menurut UUHT.
2.3 Hipotik Sebagai Hak Kebendaan menurut Pasal 1163 BW
Menurut Pasal 1163 BW hipotik sebagai hak kebendaan adalah: Hak tersebut pada hakikatnya tak dapat dibagi-bagi dan terletak diatas semua bena tak bergerak yang diikatkan dalam keseluruhannya, diatas masing-masing dari benda-benda tersebut dan diatas tiap bagian daripadanya.Benda-benda tetap dibebani dengan hak tersebut, didalam tangannya siapapun ia berpindah
Hak hipotik adalah suatu hak kebendaan. Kita mengenal “hak atas benda” (ius in re) dan “hak terhadap orang” (ius ad re). hak atas benda atau hak kebendaan memounyai sifat “droit de suite” yaitu mempunyai daya mengikuti benda, hak itu mengikuti benda da dalam tangan siapapun benda tersebut berada.
Selain ini hak kebendaan itu juga mempunyai sifat “dapat dipertahankan terhadap semua pihak”, merupakan hak absolute. Sifat yang lain dari hak kebendaan itu, yaitu bahwa hak yang lebih tua selalu dimenangkanterhadap yang lebih muda.
Kita mengenal hak kebendaan yang termasuk golongan “hak atas benda kenikmatan”, misalnya hak eigendom, hak erpacht dan segainya, memberikan kepada pemegangnya hak untuk menikmati benda tersebut (mempergunakan benda tersebut) dan kita juga mengenal apa yang disebut “hak atas benda jaminan/hak jaminan kebendaan”, yang memberi kepada pemegang jaminan bagi pelaksanaan kewajiban seorang debitur, termasuk dalam golongan ini gadai hipotik.
Menurut Mr. scholten ada perbedaan pendapat mengenai apakah hak hipotik merupakan hak kebendaan atau tidak.Ada yang berpendapat bahwa hipotik merupakan hak kebendaan (dan berdasarkan pendapat mereka) karena hiotik itu tidak akan hilang, melainkan mengikuti benda yang menjadi objek hak hipotik itu, di mana atau di tangan siapapun benda tersebut berada. Pendapat yang menganggap hipotik bukan sebagai hak kebendaan didasarkan pada alasan, bahwa karena hipotik itu tergantung pada suatu perjanjian (utang-utang) yang bersifat obligatoir, karena dasarnya bersifat obligatoir maka dengan sendirinya sesuatu yang bergantung kepadanya juga mempunyai sifat yang demikian.Tentang hal ini Prof. Dr. Wirjono Projodikoro berpendapat bahwa hipotik sukar dimasukan dalam golongan hak kebendaan, karena hak tersebut tidak memberi kekuasaan yang bersangkutan. Benda yang  dibebani hipotik hanya ditentukan sebagai jaminan, bahwa peminjaman uang dari si pemilik benda itu akan mendapat pembayaran di lunasi oleh dari pendapatan penjualan bennda itu secara didahulukan dari pinjaman-pinjaman/piutng-piutang lainya. Hanya saja hipotik mempunyai sifat kebendaan, yaitu sifat perhubungan langsung antara pemegang hipotik di satu pihak dan benda yang dibebani hipotik di lain pihak tidak sedemikian rupa, bahwa hak hipotik itu tetap berada di atsas benda tersebut, meskipun hak milik orang lain.
2.4 Hipotik Atas Benda Tidak Bergerak
Hipotik atas benda tidak bergerak sebagai berikut:
1.  Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindah tangankan beserta segala perlengkapannya,sekedar yang terakhir ini dianggap sebagai benda tak bergerak.
2.  Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya.
3.  Hak numpang karang dan hak usaha
4.  Bunga tanah,baik yang harus dibayar
Pasal 1162 KUHPer, benda tidak bergerak dilakukan dengan hipotik karena diberlakukannya UUHT, atas tanah hanya dapat dibebankan dengan Hak Tanggungan. Hipotik hanya untuk pesawat dan helikopter (Pasal 12 UU No. 15 Tahun 1992, tentang “Penerbangan”) dan juga untuk kapal (Pasal 314 KUHD dan Pasal 9 UU No. 21 Tahun 1992 tentang “pelayaran”).
2.5 Hipotik Atas Benda Tidak Bergerak Terhadap Kapal Terdiri Dari Kapal Laut Dan Kapal
Pengertian hipotek kapal laut
Ada dua kata yang tercantum dalam istilah hipotek yaitu kata hipotek dan kapal laut.Masing-masing mempunyai konsepsi yang berbeda satu sama lain.
Objeknya adalah kapal yang beratnya pengertian kapal terdapat dalam pasal 49 Uu N0. 21 Thn 1992 tentang pelayaran kapal
“Kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan dibawah permukaan laut serta alat apung dan bangunan yang terapung yang tidak berpindah-pindah”
Inti Definisi Ini Adalah
  • Bahwa kapal merupakan kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun.
Hipotek Kapal Laut Adalah
  • “Hak kebendaan atas kapal yang dibukukan atau didaftarkan( biasanya dengan isi kotor di atas 20 M3) diberikan dengan akta otentik, guna menjamin tagihan hutang”
Unsur-Unsur Kapal Laut :
·         Di Atas 20 M3
·         Kapal tersebut harus yang dibukukan
·         Diberikan dengan akta autentik
·         Menjamin tagihan hutang
Dasar Hukum Hipotek Kapal Laut
·         Pasal 1162 S.D 1232 Kuhperdata
·         Ketentuan-ketentuan umum (Ps 1162 S.D 1178 Kuhperdata
·         Pendaftaran hipotek dan bentuk pendaftaran pasal 1179 s/d pasal 1194 Kuhper
·         Pencoretan pendaftaran pasal. 1195 S.D 1197 Kuhperdata
·         Akibat hipotek terhadap pihak ke-3 yang mengusai barang yang dibebani pasal 1198 s/d 1208   kuhperdata
·         Hapusnya hipotek pasal. 1209 s/d 1220 kuhperdata
Pegawai-pegawai yang ditugaskan menyimpan hipotek, tanggung jawab mereka dan hal diketahuinya daftar oleh masyarakat (Pasal. 1221 s/d Pasal. 1232 Kuhperdata)
Objek Hipotek Kapal Laut Pasal.1164 Kuhperdata
  • Kapal Laut yang ukurannya 20 M3, sedangkan di bawah 20 M3 berlaku ketentuan fidusia
Subjek hipotek kapal laut
1.Pemberi hipotek (Hipotheekgever)
2.Penerima hipotek ( Hipotheekbank,Hipotheehouder,Atau Hipotheeknemer) yaitu orang yang meminjam uang.

Prosedur dan syarat-syarat pembebanan hipotek
  • Kapal yang sudah didaftar
  • Dilakukan dengan membuat akta hipotek di tempat dimana kapal semula didaftar
Hal-hal yang harus dipertimbankkan dalam pelaksanaan hipotek kapal laut:
  • Kapal yang dibebani hipotek harus jelas terrcantum dalam akta hipotek
  • Perjanjian antara kreditur dengan debitur ditunjukkan dengan perjanjian kredit yang merupakan syarat pembuatan akta hipotek.
  • Nilai kredit, yang merupakn nilai keseluruhan yang diterima berdasarkan barang yang dijaminkan misal kapal.
  • Nilai hipotek dikhusukan pada nilai kapal pada bank dilakukan oleh appresor
  • Pemasangan hipotik seyogyanya sesuai dengan nilai kapal dan dapat dilakukan dengan mata uang apa saja sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.6 Hipotik atas benda Orang Lain
Hipotik  atas benda orang lain tidak bisa diletakkan selain oleh siapa yang berkuasa memindah tagankan benda yang di bebani. Sedangkan pasal 1171 KUH Perdata mengatakan : Hipotik hanya dapat diberikan dengan suatu akta otentik, kecuali dengan hal-hal yang dengan tegas ditunjuk oleh Undang-Undang. Kemudian Pasal 1175 sebagai berikut : Hipotik hanya dapat diletakkan atas benda-benda yang sudah ada. Hiopotik atas benda-benda yang akan ada di kemudian hari adalh batal. Selanjutnya Pasal 1176 KUH Perdata dinyatakan sebagai berikut: Suatu Hipotik hanyallah sah, sekedar jumlah uang untuk mana ia telah diberikan, adalah tentu dan ditetapkan di dalam akta.
Berdasarkan bunyi-bunyi pasal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa unsure-unsur dari jaminan hipotik adalah sebagai berikut:
  1. Harus ada benda yang dijaminkan .
  2. bendanya adalah benda tidak bergerak.
  3. dilakukan oleh orang yang memang berhak memindahtagankan benda jaminan.
  4. ad jumlah uang tertentu dalam perjanjian pokok dan yag ditetapkan dalam suatu akta.
  5. diberikan dengan suatu akta otentik.
  6. bukan untuk dinikmati atau dimiliki, namun hanya sebagai jaminan pelunasan hutang saja.
Namun jika hutangnya bersyarat ataupun jumlahnya tidak tertentu, maka pemberian Hipotik senantiasa adalah sah sampai jumlah harga takiran, yang para pihak diwajibkan menerangkan di dalam aktanya (Pasal 1176 ayat (2)) KUH Perdata.
2.6 Hapusnya Hipotik
Di dalam pasal 1209 KUH Perdata disebutkan 3 cara hapusnya hak hipotik, yaitu :
1)    Dengan berakhirnya perikatan pokok, jadi apabila utang yang dijamin dengan hak hipotik itu lenyap; bisa karena utang itu dilunasi, bisa juga karena perikatan pkoknya lenyap karena daluarsa yang membebaskan seorang dari suatu kewajiban (daluarasa ekstinktif).
2)   Karena pelepasan hipotiknya oleh siberpiutang, jadi apabila kreditur yang bersangkutan melepaskan dengan sukarela hak hipotiknya; pelepasan dengan sukarela ini tidak ditentukan bentuk hukumnya, tetapai tentu harus secara jelas dan tegas. Tidaklah cukupdengan memberitahukan maksud hendak melepaskan hak hipotikoleh pemegang hipotik kepada sembarang orang misalnya pihak ke tiga. Biasanya pelepasan ini dilakukan dengan pemberitahuan kepada pemilik dari benda yang terikat dengan hak hipotik itu
3)   Karena penetapan tingkat oleh hakim; jadi apabila dengan perantaraan oleh hakim diadakan pembagian uang pendapatan lelng dari benda yang dihipotikkan itu kepada para kreditur; kreditur yang tidak kebagian pelunasan piutangnya kehilangan hak hipotiknya oleh karena pembersian.
4)   Dengan musnahnya benda yang dihipotikkan itu, misalnya dengan lenyapnya tanah yang merupakan objek haka hipotik itu oleh karena tenggelam,atau tanah longsor.
5)   Dari berbagai peraturan tersebut diatas dapat juga disimpulkan cara-ara hapusnya hak hipotik seperti misalnya dalam pasal 1169 KUH Perdata : kalau pemilik bbenda bergerak yang dihipotikkan itu hanya mempunyai hak bersyarat atas benda tersebut dan hak bersyarat itu terhebti.
6)   Dengan berakhirnya jangka waktu untuk mana hak hipotik tersebut di berikan hapuslah haka hipotik tesebut.
Haras diperhatikan bahwa pencoretan “roya” bukan merupakan salah satu cara hapusnya hak hipotik. Dalam praktek pembayaran utang yang dijamin dengan haka hipotik itu dan pembersihan yang merupakan cara-cara yang paling sering mengakibatkan hapusnya haka hipotik.
Penghapusan hipotik atau pencoretan hipotik oleh pasal 31 Stb 1834 : 27 dinamakan  “roya”, yang berarti pencoretan. Ini berarti, bahwa terhentinya hipotik itu di catat di dalam surat-surat yang bersangkutan, terutama pada sertifikat haknya di mana dicatat adanya hipotik itu. Jadi jika utang yang di tanggung dengan hipotik itu sudah di bayar lunas, maka atas permintaan dari pihak yang berkepentingan dilakukan pencoretan atau roya atas hipotik yang bersangkutan.
Mengenai fungsi pegawai penyimpan hipotik dalam melakukan roya itu menurut pendapat yang paling banyak di anut, pegawai-pegawai penyimpan hipotik itu dalamhal ini hanyalah bertindak sebagai pegawai tata usaha saja ; ini berarti, bahwa perbuatan roya itu tidak merupakan penghapusan secara mutlak terhadap haknya seorang pemegang hipotik, sehingga jikalau terjadi, bahwa pencoretan yang telah dilakuakan itu ternyata tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, jadi di dalam hal telah terjadi salah coret, maka keadaan sebenarnya itulah yang diakui oleh hakim.
Roya hipotik, biasanya dilakuka dengan sukarela atas persetujuan pemegang hipotik, tetapi jika pemegang hipotik itu tidak bersedia memberikan persetujannya, maka ruya itu dapat juga diperintahkan oleh hakim. Juga setelahnya suatu eksekusi yang dilakuka dengan melewati hakim selesai dengan diadaknnya pembagian pendapatan lelang, maka hakim tersebut akam memerintahkan supaya dilakukan roya.
Batasan Hipotik
Di dalam pasal 1162 KUH Perdata Hipotik diartikan sebagai : Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan.
Beda dengan gadai untuk hipotik Undang-Undang tidak memberikan definisi secara terperinci. Bila hendak di perinci lebih lanjut, maka akan berbunyi sebagai berikut:
·         Hak kebendaan yang di peroleh seorang berpiutang
·         Suatu barang tidak bergerak
·         Yang memberikan kekuasaan bagi si bberpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari hasil eksekusi barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut, (biaya mana harus didahulukan) biaya yang telah dikeluarakan untuk menyelamatkan barang tersebut dan utang-utang fiscal, biaya-biaya dan utang-utang mana yang harus didahulukan














Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan
Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan.Pasal 1168 KUH Perdata menyatakan lebih lanjut sebagai berikut :
Hipotik tidak bisa diletakkan selain oleh siapa yang berkuasa memindah tagankan benda yang di bebani. Sedangkan pasal 1171 KUH Perdata mengatakan : Hipotik hanya dapat diberikan dengan suatu akta otentik, kecuali dengan hal-hal yang dengan tegas ditunjuk oleh Undang-Undang. Kemudian Pasal 1175 sebagai berikut : Hipotik hanya dapat diletakkan atas benda-benda yang sudah ada. Hiopotik atas benda-benda yang akan ada di kemudian hari adalh batal. Selanjutnya Pasal 1176 KUH Perdata dinyatakan sebagai berikut: Suatu Hipotik hanyallah sah, sekedar jumlah uang untuk mana ia telah diberikan, adalah tentu dan ditetapkan di dalam akta.
Ciri khas Hipotik:
  1. Accecoir, artinya Hipotik merupakan perjanjian tambahan yang keberadaanya tergantung pada perjanjian pokoknya yaitu hutang- piutang.
  2. Ondeelbaar, yaitu Hipotik tidak dapat dibagi-bagi karena Hipotik terletak di atas seluruh benda yang menjadi objekya artinya sebagian hak Hipotik tidak menjadi hapus dengan di bayarnya sebagian hutang (Pasal 1163 ayat (1) KUH Perdata).
  3. Mengandung hak untuk pelunasan hutang (verhaalsrecht) saja. Jadi tidak mengandung hak untuk memiliki bendanya. Namun jika diperjanjikan, kreditur berhak menjual benda jaminan yang bersangkutan atas kekuasaan sendiri (eigenmachttigeverkoop/parate execusi) jikalau debitur lalai atau wanprestasi (Pasal 1178 ayar (1) dan (2) KUH Perdata).
  4. Hipotik merupakan suatuu perjanjian accesoir, jika hubungan pokok berakhir maka berakhir pula jaminan hiotiknya.
  5. Berlakunya Undang-undang No. 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan, maka hipotik tentang tanah dan segala sesuatau yang berada dan tetap ada di atas tanah tersebut, maka tidak dapat menggunakan hipotik di karenakan telah ada Undang-undang  No. 4 tahun 1996.
  6. Keberlakuan hipotik di persempit di sebabkan hipotiknya dirasakan kurang relevan yaitu dengan adanya asas yang tidak dapat di pecah-pecahkan,
  7. Sejak berlakunya Undang-undang No. 4 tahun 1996, maka jaminan hipotik di atur dalam Undang-undang No. 15 tahun 1992 (Undang-undang penerbangan) dan Undang-undang No. 21 tahun 1992 ( Undang-undang Pelayaran).


Civil law dan Common law

Telah lama sejak berabad-abad yang lalu terjadi perdebatan sengit antara mana yang terbaik antara Civil law dan Common Law. Jeremy Bentham yang kemudian didukung oleh John Austin merupakan Pendukung civil law, dan mereka menganggap bahwa sistem common law mengandung ketidakpastian dan menyebutnya sebagai “law of the dog” Sebaliknya salah satu pendukung sistem common law, F.V Hayek mengatakan bahwa system common law lebih baik dari pada civil law karena jaminannya pada kebebasan individu dan membatasi kekuasaan pemerintah.

Cara terbaik untuk mengatsi perbedaan diatas adalah dengan menghampirinya dari aspek historis seperti sebagaimana dikatakan Benjamin N. Cordozo “sejarah dalam menerangi masa lalu menerangi masa sekarang, sehingga dalam menerangi masa sekarang dia menerangi masa depan.“ Tradisi common law lahir pada tahun 1066 , terjadi peristiwa pada tahun tersebut yakni ketika bangsa Norman mengalahkan dan menaklukkan kaum asli (Anglo Saxon) di Inggris. Sedangkan civil law lahir terlebih dahulu ketika Corpus Juris Civilis of Justinian diterbitkan di Constatinopel pada tahun 533 yang sangat dipengaruhi oleh hukum Romawi.
Akar perbedaan yang substansial diantara kedua system hukum itu terletak pada sumber hukum yang digunakan oleh Pengadilan dalam memutus sebuah perkara. Sistem civil law menggunakan kodifikasi sebagai sumber hukum, sedangkan sistem common law menggunakan putusan hakim sebelumnya sebagai sumber hukum atau yang lebih dikenal dengan doktrin stare decisis. Perbedaan menonjol lainnya menyangkut peran pengadilan. Di negara civil law hakim merupakan bagian dari pemerintah. Hal ini tidak terlepas dari sejarah yang melandasi terciptanya perbedaan itu. Sebelum revolusi, para hakim Perancis menjadi musuh masyarakat daripada pembela kepentingan masyarakat karena lebih mendukung kepentingan Raja. Kondisi inilah yang kemudian memicu revolusi Perancis yang dipimpin oleh Napoleon. Pengalaman sebelum masa revolusi tersebut menjadi inspirasi bagi Napoleon dalam meletakkan hakim di bawah pengawasan pemerintahan untuk mencegah “pemerintahan oleh hakim” seperti yang pernah terjadi sebelum revolusi. Hal ini membuat kekuasaan pemerintah di negara civil law menjadi sangat dominan. Sistem Hukum Romawi menggambarkan dengan jelas perbedaan antara hukum privat yang mengatur hubungan antara warga negara dan hukum publik yang mengatur hubungan antara warga negara dengan pemerintah.

Perbedaan ini tetap dipertahankan dalam sistem civil law di daerah continental yang mewarisi tradisi Hukum Romawi. Di Perancis misalnya, pengadilan membedakan antara kasus kasus yang berhubungan dengan pemerintah dan memberlakukan hukum yang berbeda dengan hukum yang mengatur hubungan sektor privat. Posisi ini membuat pengadilan biasa di Perancis secara prosedural tidak mempunyai wewenang untuk mengkaji kebijakan pemerintah. Sebaliknya, negara common law yang berasal dari tradisi Inggris memiliki lembaga pengadilan yang independen. Oleh karenanya kekuasaan untuk menentukan hukum berada pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertinggi

Sistem hukum civil law
 
sistem hukum eropa kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut
oleh hakim dalam penerapannya hampir 60% dari populasi dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini. sistem hukum yang juga dikenal dengan nama civil law ini berasal dari romawi
perkembangan diawali dengan penduduk romawi atas prancis pada masa itu sistem ini dipraktekan dalam interaksi antara kedua bangsa untuk mengatur kepentingan mereka. proses ini berlangsung bertahun-tahun, sampai-sampai negara prancis sendiri menagdopsi istem hukum ini untuk diterapkan pada bangsanya sendiri. bangsa prancis membawa sistem ini ke negeri belanda, dengan proses yang sama dengan masuknya ke prancis. selanjutnya sistem ini berkembang ke itali, jerman, portugal, spanyol, dan sebagainya sistem ini pun berkembang ke seluruh daratan benua eropa. ketika bagsa-bangsa eropa mulai mencari koloni di asia, afrika, dan amerika latin, sistem hukum ini digunakan oleh bangsa-bangsa eropa tersebut untuk mengatur masyarakat pribumi didaerah jajahannya. misalnya belanda menjajah indonesia pemerintah penjajah menggunakan sistem hukum eropa kontinental untuk mengatur masyarakat di negeri jajahannya. apabila terdapat suatu peristiwa hukum yang melibatkan orang belanda atau keturunannya dengan orang pribumi, sistem hukum ini yang menjadi dasar pengaturanya selama kurang lebih empat abad di bawah kekuasaan portugis dan seperempat abad pendudukan indonesia, sistem huium eropa kontinental yang berlaku.
 
Sistem hukum Common law
 
sistem huku anglo-saxon sitem adalah sutau sistem hukum yang d dasarkan pada yurisprudens, yaitu keputusan-keputusan hakim yang terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya sistem hukum ini diterapakan di irlandia, inggris, auastralia, selandia baryu. afrika selatan, kanada (kecuali provinsi quebec) dan amerika serikat (walaupun negara bagian louisiana mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan sistem hukum eropa kontinental napoleon). selain negara-negara tersebut beberapoa negara lain juga menerapkan sitem hukum anglo-saxon campuran, misalnya pakistan, india, dan nigeria yangh menerapkan sebagian besar sistem hukum anglo-saxon, namun juga memberlakukan hukum adat dan hukum agama. sistem hukum anglo-saxon, sebenarnya penerapanya lebih mudah terutama pada masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman. pendapat para ahli dan praktisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim, dalam memutuskan perkara.
di inggris unifikasi hukum dilaksanakan dan dilselesaikan oleh benc dan bar dari pengadilan bench dan bar ini sangat di hormati oleh rakyat inggris, oleh karena mampu mewakili rasa keadilan dari m,asyarakat selkalipun bench dan bar merupakan pegawai pemerintah selama periode revolusi industri, para hakim dan penasehat hukum yang merupakan penjabaran dari hobeas, corpus, centorari dan madamus tetap tidak memihak selama masa revolusi dan hukum yang dibentuk pengadilan justru mendukung kekauatan-kekauatan sosial politik yang menghendaki perubahan dari masyarakat agraris ke masayarakat industri. dengan demikian di inggris pada masa revolusi lembaga-lembaga hukum tetap berada di tangan pengadilan yang beribawa
di negara-negara common law hukum kebiasaan berkembang ketika pemikiran manusia tentang hukum masih bersifat kaku. tugas menciptaka hukum kebiasaan semula di tangani oleh the court of chancery, the court of chancery ini digunakan oleh raja untuk menhadapai kekauasaan dari pengadilan. perkembangan tersebut kemudian menghasilakan perbedaan antara apa yang disebut dengan "law" dan "equity" di lai pihak. secara historis equity merupakan lembaga hukum terpisah dari law dan merupakan reaksi terhadap ketidakmampuan hukum kebasaan yang dikembangkan pengadilan dalam mengatasi adanya kerugian-kerugian yang di timbulkan oleh suatu pelanggaran hukum.di negara-negara yang menganut system common law hukum kebiasaan yang di kembangkan melalui keputusan pengadilan telah berlangsung sejak lama dan tidak dipengarui oleh adanya perbedaan antara hukum piblik dan hukum privat. berdasarka uraian diatas jelas terlihat bahwa negara-negara yang menganut common law system bahwa hukum itu dibentuk oleh pengadilan satu-satunya karakteristik yang sama dari kedua sistem hukum tersebut adalah sama.

Lebih lanjut tentang: Perbandingan sistem hukum civil law dan common law Sistem hukum Common-law membentuk bagian utama dari hukum banyak negara, terutama di negara-negara yang merupakan bekas koloni atau wilayah dari Britania. Dia terkenal karena terdapat hukum tidak tertulis (non-statutory) yang luas mencerminkan sebuah konsensus penghakiman dengan sejarah berabad-abad oleh para juris
Sistem Hukum

Secara garis besar di dunia ini meskipun dikenal ada lima sistem hukum, yaitu; Civil law, common law, socialis law, islamic law dan sistem hukum adat, tetapi sesungguhnya yang dominan dipakai di dunia internasional hanyalah dua, yaitu sistem hukum civil law dan common law. Dalam pembentukan kontrak, terdapat perbedaan antara common law dan civil law. Akibat perbedaan ini sangat mempengaruhi dalam penyusunan ketentuan kontrak internasional. Sehubungan dengan perbedaan dalam sistem hukum tersebut, maka kemudian dalam rangka merancang suatu kontrak atau pembuatan suatu konsep perjanjian pun dengan sendirinya mengacu pada sistem hukumyang dianut. Namun zaman terus bergerak, dan tiba saatnya era globalisasi yang juga mau tidak mau mempengaruhi sistem hukum yang diterapkan, apabila terjadi perjumpaan antara sistem hukum yang berlainan.

Common Law

Dalam pembuatan kontrak di sistem common law, para pihak memiliki kebebasan untuk menyepakati persyaratan yang diinginkan, sepanjang persyaratan tersebut tidak melanggar kebijakan publik ataupun melakukan tindakan yang melanggar hukum. Jika ada persyaratan tertentu yang tidak tercakup, hak dan kewajiban yang wajar akan diterapkan diambil dari ketetapan hukum yang ada atau praktek bisnis yang biasa dijalankan oleh para pihak atau industri. Biasanya kerugian di ukur dengan lost benefit of the bargain (manfaat/keuntunganyang harus di dapat yang hilang).Peraturan ini memberi kesempatan kepada satu pihak untuk menggugat kerugian sejumlah manfaat yang bisa dibuktikan yang akan diperoleh pihak tersebut jika pihak lain tidak melanggar kontrak. Di kebanyakan jurisdiksi, salah satu pihak diminta untuk membayar ganti rugi akibat pelanggaran, yang dikenal sebagai konsekuensi kerugian.
 
Kontrak menurut sistem hukum common law, memiliki unsur sebagai berikut:

A. Bargain

Unsur bargain dalam kontrak common law dapat memiliki sifat memaksa. Sejarah menunjukkan bahwa pemikiran mengenai bargain , dalam hubungannya dengan konsep penawaran (offer)dianggap sebagai ujung tombak dari sebuah perjanjiandan merupakan sumber dari hak yang timbul dari suatu kontrak. Penawaran dalam konteks ini tidak lebih adalah sebuah transaksi di mana para pihak setuju untuk melakukan pertukaran barang-barang, tindakan-tindakan, atau janji-janjiantara satu pihak dengan pihak yang lain. Karena itu, maka ukuran dari pengadilan terhadap perjanjian tersebut dilakukan berdasarkan penyatuan pemikiran dari para pihak, ditambah dengan sumber dari kewajiban mereka,dan kemudian memandang ke arah manifestasi eksternal dari pelaksanaan perjanjian tersebut. Pengertian penawaran merupakan suatu kunciyang digunakan untuk lebih mengerti tentang penerapan aturan-aturan common law mengenai kontrak.

B. Agreement

Suatu proses transaksi yang biasa disebut dengan istilah offer and acceptance, yang ketika diterima oleh pihak lainnya akan memberikan akibat hukum dalam kontrak. Dalam perjanjian sering ditemukan, di mana satu pihak tidak dapat menyusun fakta-fakta ke dalam suatu offer yang dibuat oleh pihak lainnya yang telah diterima sebagai acceptance oleh pihak tersebut. Karena penawaran dan penerimaan adalah hal yang fundamental, maka dalam sistem common law, sangat diragukan apakah suatu pertukaran offer (cross-offer) itu dapat dianggap sebagai kontrak. Berdasarkan sistem common law, pada saat suatu kontrak dibuat, saat itulah hak dan kewajiban para pihak muncul, hal yang demikian itu diatur dalam statute. Karena bisa saja terjadi suatu kontrak yang dibuat berdasarkan keinginan dari para pihak dan pada saat yang sama juga kontrak tersebut tidak ada. Hal ini disebabkan karena aturan mengenai acceptance dan revocation ini memiliki akibat-akibat yang berbeda pada setiap pihak.

C. Consideration

Dasar hukum yang terdapat dalam suatu kontrak adalah adanya unsur penawaran yang kalau sudah diterima, menjadi bersifat memaksa, bukan karena adanya janji-janji yang dibuat oleh para pihak. Aturan dalam sistem common law tidak akan memaksakan berlakunya suatu janji demi kepentingan salah satu pihak kecuali ia telah memberikan sesuatu yang mempunyai nilai hukum sebagai imbalan untuk perbuatan janji tersebut. Hukum tidak membuat persyaratan dalam hal adanya suatu kesamaan nilaiyang adil. Prasyarat atas kemampuan memaksa ini dikenal dengan istilah consideration . Consideration adalah isyarat, tanda dan merupakan simbol dari suatu penawaran. Tidak ada definisi dan penjelasan yang memuaskan dari sistem common law mengenai konsep ini. Hal demikian ini telah di mengerti atas dasar pengalaman.

D. Capacity

Kemampuan termasuk sebagai syarat tentang, apakah para pihak yang masuk dalam perjanjian memiliki kekuasaan. Suatu kontrak yang dibuat tanpa adanya kekuasaan untuk melakukan hal tersebut dianggap tidak berlaku.
 
Sebagai illustrasi dapat diuraikan putusan pengadilan dalam Quality Motors, Inc. V. Hays di mana memutuskan bahwa kontrak tidak sah karena dilakukan oleh individuyang belum dewasa, walaupun transaksi dilakukan oleh melalui orang lain yang telah dewasa, dan surat jual belinya di sahkan oleh notaris. Dalam kasus ini terlihat bahwa pengadilan menerapkan secara tegas dan kaku ketentuan umur untuk seseorang dapat melakukan perbuatan hukum. Walaupun jual beli akhirnya dilakukan oleh orang dewasa, namun fakta menunjukkan ternyata hal tersebut dilakukan dengan sengaja untuk melanggar ketentuan kontrak, akhirnya pengadilan membatalkan ketentuan kontrak tersebut.

Civil law

Kebanyakan negara yang tidak menerapkan common law memiliki sistem civil law. Civil law ditandai oleh kumpulan perundang-undangan yang menyeluruh dan sistematis, yang dikenal sebagai hukum yang mengatur hampir semua aspek kehidupan.
Teori mengatakan bahwa civil law berpusat pada undang-undang dan peraturan. Undang-Undang menjadi pusat utama dari civil law, atau dianggap sebagai jantung civil law . Namun dalam perkembangannya civil law juga telah menjadikan putusan pengadilan sebagai sumber hukum. Di banyak hukum dalam sistem civil law tidak tersedia peraturan untuk menghitung kerugian karena pelanggaran kontrak. Standar mengenai penghitungan kerugian ini masih tetap belum jelas di banyak negara dengancivil law. Meskipun demikian pengadilan di negara-negara ini cenderung memutuskan untuk menghukum pihak yang salah tidak dengan uang, tetapi dengan pelaksanaan tindakan kontrak tertentu.
Keputusan pengadilan ini mengisyaratkan salah satu pihak untuk menjalankan tindakan tertentu yang dimandatkan oleh pengadilan, seperti mengembalikan hak milik atau mengembalikan pembayaran. Banyak sistem dari civil law memiliki mekanisme penegakan dan pamantauan agar penegakan bisa dijalankan secara efektif. Unsur kontrak dalam civil law sistem terdiri dari empat unsur, sebagai berikut:

a. Kapasitas Para Pihak

Kebebasan kehendak sangat dipengaruhi oleh kapasitas atau kemampuan seseorang yang terlibat dalam perjanjian. Kemampuan ini sangat menentukan untuk melakukan perjanjian sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Kapasitas yang dimaksudkan dalam civil law antara lain ditentukan individu menurut umur seseorang. Di Indonesia, Philipina, dan Jepang yang dianggap telah mempunyai kapasitas untuk melakukan suatu kontrak harus telah berumur 21 tahun. Civil Code Perancis yang merefleksikan pemikiran modern, menyatakan bahwa kehendak individu yang bebas adalah sumber dari sistem hukum, yang meliputi hak dan kewajiban. Namun kebebasan kehendak ini harus sesuai dengan hukum tertulis, yaitu hukum perdata.
Di Indonesia, Jepang, Iran dan Philipina, di mana perusahaan sebagai subjek hukum dapat melakukan kontrak melalui pengurus perusahaan. Di Indonesia pengurus perusahaan terdiri dari anggota direksi dan komisaris. Dalam melakukan kegiatannya, maka anggota direksi harus memenuhi ketentuan anggaran dasar perusahaan dan peraturan perundang-undangan, yang memberikan kepadanya kapasitas dalam melakukan penandatanganan kontrak dan tindakan hukum lainnya. Hal inilah yang dikatakan dalam civil law merupakan the code granted them full capacity.

b. Kebebasan Kehendak Dasar Dari Kesepakatan

Kebebasan kehendak yang menjadi dasar suatu kesepakatan, agar dianggap berlaku efektif harus tidak dipengaruhi oleh paksaan (dures), kesalahan (mistake), dan penipuan(fraud). Berkenaan dengan kebebasan kehendak, pengadilan di Perancis menerapkan ketentuan civil Code sangat kaku, yaitu tidak boleh merugikan pihak lain. Dalam kenyataan sehari-hari, walaupun yang dianggap mampu melaksanakan kebebasan kehendak ada pada orang yang sudah dewasa, namun diantara mereka tidak boleh membuat kebebasan kehendak, yang dapat merugikan pihak lain.
Kesepakatan di antara para pihak menjadi dasar terjadinya perjanjian. Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata menetukan bahwa perjanjian atau kontrak tidak sah apabila dibuat tanpa adanya konsensus atau sepakat dari para pihak yang membuatnya. Ketentuan tersebut memberikan petunjuk bahwa hukum perjanjian dikuasai oleh asas konsensualisme. Ketentuan Pasal 1320 ayat (1) tersebut mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak untuk menentukan isi perjanjian dibatasi oleh sepakat pihak lainnya.

c. Subjek yang pasti

Merujuk pada kesepakatan, terdapat dua syarat di hadapan juristic act, suatu perjanjian dapat diubah menjadi efektif yaitu harus dengan ada antara lain suatu subyek yang pasti. Sesuatu yang pasti tersebut, dapat berupa hak-hak, pelayanan (jasa), barang-barang yang ada atau akan masuk keberadaannya, selama mereka dapat menentukan. Para pihak, jika perjanjian telah terbentuk tidak mungkin untuk melakukan prestasi, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.

d. Suatu sebab yang diijinkan (A Premissible Cause)

Perjanjian tidak boleh melanggar ketentuan hukum. Suatu sebab yang halal adalah syarat terakhir untuk berlakunya suatu perjanjian. Pasal 1320 ayat 4 jo 1337 KUHPerdata menentukan bahwa para pihak tidak bebas untuk membuat perjanjian yang menyangkut causa yang dilarang oleh Undang-Undang atau bertentangan dengan kesusilaan atau bertentangan dengan ketertiban umum. Perjanjian yang dibuat untuk causa yang dilarang oleh Undang-Undang atau bertentangan dengan kesusilaan atau bertentangan dengan undang-undang adalah tidak sah.


PERBEDAAN COMMON LAW (Anglo Saxon) dan CIVIL LAW (Hk. Continental)

Ada perbedaan yang sangat mendasar antara sistem hukum Continental (Eropa) dan sistem hukun Anglo-Saxon (AS). Pada sistem hukun continental, filosofinya tampak pada sifat-sifatnya yang represif, yang senantiasa cenderung melindungi yang berkuasa. Hal ini bisa dimaklumi karena yang berkuasa (waktu itu) adalah kolonial Belanda yang jelas ingin mempertahankan dan mengokohkan kekuasaannya melalui berbagai undang-undang atau sistem hukumnya. Sedang sistem hukum Anglo Saxon selain tentunya ada sifat yang represif, namun sifat penekanannya lebih mengutamakan pada sifat-sifat yang preventif. Pasal-pasalnya merupakan rambu-rambu untuk mencegah munculnya KKN dalam segala bentuk maupun manifestasinya. Selain mencegah terjadinya white collar crime dan corporate crime juga untuk mencegah terjadinya distorsi, keharusan memberikan proteksi bagi kepentingan umum dan bukan untuk kepentingan orang perorang, serta menjamin partisipasi dan pengawasan sosial secara transparan dan demokratis.

Dengan pengalaman krisis yang multidimensi sekarang ini, bukankah sudah tiba waktunya untuk memikirkan secara serius, untuk mengalihkan sistem hukum Continental kita ke hukum Angl-Saxon bagi sistem hukum Indonesia Baru di masa mendatang. Mudah-mudahan. (Cartono Soejatman). Perbedaan mendasar Anglo Saxon dengan Continental terletak pada perangkat hukum yang dipakai dan sistem politik yang digunakan.System anglo saxon. Sistem Anglo-Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika Serikat (walaupun negara bagian Louisiana mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan sistim hukum Eropa Kontinental Napoleon). Selain negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga menerapkan sistem hukum Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan, India dan Nigeria yang menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo-Saxon, namun juga memberlakukan hukum adat dan hukum agama.
 
Sistem hukum anglo saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama pada masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman.

Pendapat para ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim, dalam memutus perkara. Anglo-Saxon adalah sebuah wilayah yang menarik. Nama Anglo-Saxon, sejak abad ke-8 lazim dipakai untuk menyebut penduduk Britania Raya, yakni bangsa Germania yang berasal dari suku-suku Anglia, Saks, dan Yut. Konon, pada tahun 400 M mereka menyeberang dari Jerman Timur dan Skandinavia Selatan untuk menaklukkan bangsa Kelt, lantas mendirikan 7 kerajaan kecil yang disebut Heptarchi. Mereka dinasranikan antara 596-655 M.Sejarah Anglo-Saxon ini, oleh Theresa Tomlinson, diangkat menjadi latar cerita dalam novel Gadis Serigala, sebuah fiksi remaja tentang seorang gadis pemberani bernama Wulfrun. Wulfrun anak seorang penenun, Cwen. Mereka tinggal di wilayah kekuasaan Biara Whitby yang dikepalai oleh Suster Hild. Setiap hari, Wulfrun bertugas menggembalakan angsa-angsa mereka bersama sahabatnya, Cadmon, seorang penggembala sapi. Cwen anak-beranak hidup sangat miskin. Saking miskinnya, dia terpaksa menjual putra sulungnya, Sebbi, sebagai budak. Pada masa tersebut, perbudakan masih menjadi sesuatu yang lazim terjadi.

Barangkali akibat perang yang terus berlangsung antara daerah-daerah yang saling berseteru. Rakyat di sana terbagi menjadi dua: kaum bebas dan kaum tak bebas. Sejarah Eropa dan Amerika Utara menjadi acuan bagi studi kasus bangkitnya lapisan menengah, yang lebih dikenal sebagai perjuangan kelas menengah selama abad ke-18 dan akhir abad ke-19. Dua model yang diajukan Francois Raillon, yakni model Anglo-Saxon dan model Eropa Kontinental, menarik untuk disimak. Model Anglo-Saxon, yang menurut Raillon terlalu mengandalkan pengalaman sejarah kaum borjuis Inggris dan Amerika Serikat, tak selamanya relevan untuk menjelaskan kemungkinan tumbuhnya demokratisasi politik dan ekonomi di negara berkembang. Terlalu banyak menekanan diberikan pada model “masyarakat” berhadapan dengan “negara”.
Raillon mengisahkan bahwa lapisan menengah dapat tumbuh dan berkembang dalam tubuh kehidupan negara, karena keterkaitan antara pejabat negara dan mitranya di kalangan swasta. Model ini, katanya, lebih cocok untuk menggambarkan tumbuhnya lapisan menengah, terutama di negara bekas jajahan Prancis, termasuk di Indocina. 

Perdebatan tentang model Anglo-Saxon atau model Eropa Kontinental sesungguhnya tak bermakna terlalu besar. Bagaimanapun, kedua model itu dikembangkan atas dasar struktur dan sifat perekonomian dunia yang jauh berbeda dari perkembangan ekonomi 30 tahun terakhir. Perekonomian dunia 30 tahun terakhir (1966-1996) jauh berbeda dengan perekonomian masa sebelumnya, tatkala revolusi informasi belum berkembang pesat. Karena lingkungan berbeda maka berbeda pula lintasan peran lapisan menengah mancanegara. Perbedaan paling utama ialah lapisan menengah mancanegara kini lebih banyak berpangkal pada ekonomi informasi atau ekonomi pengetahuan. Berbeda dengan masa pra-1966, gerak ekonomi di dunia sekarang lebih mengandalkan peran pengolahan (informasi, jasa, teknologi) daripada perekonomian produksi dan perdagangan. Ini berarti pendorong perekonomian lebih banyak dilakukan oleh kecepatan dan ketepatan pengolahan ilmu pengetahuan daripada pemroses produksi barang dan distribusi. Setiap hari sekitar US$ 1,6 trilyun diolah dalam transaksi valuta asing, sedangkan perdagangan barang manufaktur (bermakna membuat barang dengan tangan) “hanya” sekitar US$ 600 milyar. Ini berarti lapisan menengah di mancanegara sebagian terbesar adalah ahli pengolah otak daripada pengolah otot. Maka lapisan menengah masa kini bukan lagi kaum pedagang tahun 1940-an atau 1950-an yang menjadi pemilik tanah, modal, dan tenaga kerja. Lapisan menengah Indonesia kini makin terdiri atas pekerja otak (insinyur, ahli hukum, akuntan, pialang pasar modal, dokter spesialis). Kesetiaan mereka adalah pada keahlian profesinya, bukan terhadap perusahaan tertentu.

Di sisi lain, Friedman tidak menganalisis lebih jauh bahwa pada dasarnya demokrasi bukan sebuah sistem praktis untuk setiap negara dengan resep yang sama, yang hal ini terlihat dari tradisi Kontinental dan Anglo-Saxon. Bahkan kini Nicholas Syarkozi ingin agar Prancis lebih menyerupai demokrasi Amerika. Maksudnya, pengembangan demokrasi lebih dekat dengan kecenderungan yang nisbi atau sesuatu yang to come dan tertunda sebagaimana diungkap filsuf Derrida. Ketidakmampuan melihat tabiat dan kondisi Timur Tengah-lah yang menyebabkan kegagalan misi Amerika. Pada dasarnya masyarakat Timur Tengah menolak proyek peradaban yang prestisius menuju demokrasi, dan kebebasan bukan karena nilai-nilai itu bertentangan, melainkan lebih disebabkan oleh perbuatan Amerika yang permisif. Pada prinsipnya, masyarakat Arab tidak lebih heterofobia dibandingkan dengan Amerika.
Perbedaan mendasar Anglo Saxon dengan Continental terletak pada perangkat hukum yang dipakai dan sistem politik yang digunakan. Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.

Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. System hukum continental

Sistem hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Hampir 60% dari populasi dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini. Sistem hukum yang juga dikenal dengan nama Civil Law ini berasal dari Romawi yang kemudian berkembang ke Prancis. Perkembangannya diawali dengan pendudukan Romawi atas Prancis. Pada masa itu sistem ini dipraktekkan dalam interaksi antara kedua bangsa untuk mengatur kepentingan mereka. Proses ini berlangsung bertahun-tahun, sampai-sampai negara Prancis sendiri mengadopsi sistem hukum ini untuk diterapkan pada bangsanya sendiri.Bangsa Prancis membawa sistem ini ke Negeri Belanda, dengan proses yang sama dengan masuknya ke Prancis. Selanjutnya sistem ini berkembang ke Italia, Jerman, Portugal, Spanyol, dan sebagainya. Sistem ini pun berkembang ke seluruh daratan benua Eropa. Ketika bangsa bangsa Eropa mulai mencari koloni di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, sistem hukum ini digunakan oleh bangsa-bangsa Eropa tersebut untuk mengatur masyarakat pribumi di daerah jajahannya. Misalnya Belanda menjajah Indonesia. Pemerintah penjajah menggunakan sistem hukum Eropa Kontinental untuk mengatur masyarakat di negeri jajahannya. Apabila terdapat suatu peristiwa hukum yang melibatkan orang Belanda atau keturunannya dengan orang pribumi, sistem hukum ini yang menjadi dasar pengaturannya. Selama kurang lebih empat abad di bawah kekuasaan Portugis dan seperempat abad pendudukan Indonesia, sistem hukum Eropa Kontinental yang berlaku.

Sekarang di bawah Pemerintah Transisi PBB (UNTAET), sistem hukum ini tetap diberlakukan di Timor Lorosae. Pasal 3 Regulasi UNTAET No. 1/1999 menyebutkan bahwa hukum yang berlaku di Timor Lorosae sebelum 25 Oktober 1999 tetap berlaku, sejauh tidak bertentangan dengan standar internasional. Dengan demikian berarti sistem hukum Eropa Kontinental yang diberlakukan Indonesia tetap berlaku. Hal yang membedakan sistem Civil Law dengan sistem Common Law (yang juga disebut sistem Anglo-Saxon) adalah, pertama, pada Civil Law dikenal apa yang dinamakan “kodifikasi hukum”. Artinya pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap. Tujuannya adalah untuk memperoleh kepastian hukum, penyederhanaan hukum, dan kesatuan hukum. Contoh hukum yang sudah dikodifikasi dalam kitab undang-undang adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). Kitab-kitab di atas ditulis dan disusun oleh pemerintah kolonial Belanda dan diberlakukan di Indonesia sampai sekarang. Kedua, sistem hukum Eropa Kontinental tidak mengenal adanya juri di pengadilan. Hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutuskan suatu perkara selalu adalah majelis hakim (panel), yang terdiri dari tiga orang. Kecuali untuk kasus-kasus ringan dan kasus perdata, yang menangani bisa hakim tunggal.

Sumber:
http://eko-ss.blogspot.com/2009/09/antara-civil-law-dan-common-law.html